TEROR VIRUS CORONA DAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

TEROR VIRUS CORONA  DAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

AYOBANDUNG.COM -- Tak lama setelah teroris menyerang gedung Kembar World Trade Center di New York, 11 September 2011, Presiden George W. Bush mengumumkan Perang Global melawan Terorisme. Perang ini mencakup, operasi militer terbuka dan tertutup. Menerapkan Undang-Undang Keamanan yang baru, serta berbagai upaya menghalangi pembiayaan bagi aksi terorisme. Presiden juga menyerukan negara-negara lain agar bergabung melawan terorisme, dengan kalimatnya yang terkenal... "either you are with us, or you are with the terrorists." Banyak negara yang mengikuti ultimatum Bush. Mereka pun menerapkan UU baru yang tegas dan keras terhadap aksi-aksi terorisme, seraya meningkatkan pengawasan dan intelijen. Para pelaku yang didakwa melakukan aksi teroris umumnya ditembak di tempat, tanpa melewati proses pengadilan. Dalam perkembangannya, pengejaran pemimpin teror dilakukan dengan menyerbu Afghanisthan, Irak, dan seterusnya. Bertahun-tahun setelah kelompok-kelompok teror dihancurkan, tentara AS menetap hingga berubah status menjadi pasukan pendudukan. Memberantas dengan skala masif para pelaku teror ditambah dengan gerakan Arab Spring membuat landscape Timur Tengah berubah. Sejumlah negara menjadi ‘demokratis’. Para kepala negara yang vokal seperti Moammar Khadafi dan Saddam Hussein dibunuh. Libya berubah menjadi negara demokratis tetapi kesejahteraan rakyat lebih buruk dibanding pada periode Khadafi. Perang saudara berlanjut. Lebih dari 200 ribu orang mengungsi, nyaris tak ada yang mempersoalkan. Di tengah perang global melawan terorisme, berlangsung pula penjualan peralatan keamanan. Sebagai misal, pesawat terbang antara lain harus dilengkapi dengan pintu cockpit anti peluru. Harganya US$100.000 sampai US$150.000 per unit.


Memanfaatkan Wabah Corona?
Menanggapi wabah Corona yang dimulai di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, pada Desember 2019, Presiden Donald Trump menyebut penyebabnya adalah virus Cina, sedangkan Menlu Mike Pompeo... virus Wuhan. Kedua pernyataan tampaknya bertujuan mempengaruhi sedikitnya 180 negara yang terpapar wabah virus Corona atau Corona Virus Disease-19 agar melakukan social distancing atau physical distancing dengan Cina. Anehnya, kemudian Trump menyatakan akan membahas pandemi corona dengan Presiden Cina Xi Jinping. Trump menerapkan kebijakan yang kontroversial. AS mengambil peluang dalam usaha mengalahkan kompetitornya. Tak jauh berbeda dengan pernyataan Presiden George W. Bush dalam kasus terorisme. Framing opini yang dilancarkan kedua petinggi dijawab dengan lugas oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang dalam konferensi pers di Beijing. Katanya, di tengah merebak wabah virus corona baru, bagi siapa yang menyatakan buatan Cina beracun maka tidak perlu menggunakan masker, memakai pakaian pelindung atau menggunakan peralatan perlindungan pernapasan yang diimpor dari Cina karena para pemakainya akan terpapar racun
China memang harus menyanggah pernyataan Trump dan Pompeo sebab wabah virus corona sudah menginfeksi lebih dari 500 ribu orang di seluruh dunia, dari rakyat jelata sampai pesohor termaksud Pangeran Charles. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila dunia menuding Beijing sebagai penyebab bencana. Timbul pula sikap rasis anti Cina. Pernyataan Trump dan Pompeo menyulitkan upaya mengatasi wabah. Mengingat dunia memerlukan kerjasama dan sejenak meninggalkan semangat persaingan


Ke mana Indonesia Berjalan?
Pada era Perang Dingin, Indonesia tidak berpihak kepada Uni Soviet maupun Amerika Serikat. Presiden Soekarno bersahabat dengan Presiden John F. Kennedy juga dengan Perdana Menteri Nikita Khruschev. Soekarno meminta bantuan AS agar Belanda melepaskan Papua dan akan menggunakan peralatan militer Uni Soviet jika Belanda menolak. Amerika Serikat membantu dengan imbalan gunung emas. Presiden Indonesia itu meminta Khruschev menemukan makam perawi hadis terkemuka, Imam Bukhari, sebagai syarat berkunjung ke Moskow. Jakarta juga mendapat peralatan modern saat itu. Jadi Indonesia sejatinya adalah negara Non Blok. Para pemimpin dan rakyat negara-negara Afrika sampai sekarang, masih mengenang dukungan Indonesia terhadap gerakan-gerakan kemerdekaan negara mereka. Mereka menyebut, Dasa Sila Bandung yang dihasilkan dalam KTT Asia-Afrika di Bandung pada 18 -24 April 1955 sebagai sumber inspirasi dan kekuatan.

Terjebak
Belakangan ini, Indonesia sulit berlayar di antara dua karang. Kebebasan bersikap terhambat karena tidak didukung kemandirian ekonomi. Terlalu banyak meminjam kepada negara-negara Barat melalui IGGI dan CGI atau antarpemerintah. Indonesia telah masuk ke dalam perangkap utang yang berdampak pada keterbatasan pengambilan keputusan. Bagaimanapun juga para kreditor, Bank Dunia, IMF, lembaga internasional lain berkehendak agar kebijaksanaannya selaras dengan kemampuan membayar pinjaman. Ironisnya 80% pinjaman pembiayaan proyek kembali ke negara kreditor, misalnya dalam bentuk pembiayaan konsultan, pembelian barang dan sebagainya.
Dampak jebakan utang itu merambat kepada aspek peralatan militer. Siapa menyangkal Indonesia telah ditekan agar membatalkan pembelian sebelas Su-35 dari Rusia? Dalam perdagangan internasional, Indonesia mau tidak mau suka tidak suka harus mengikuti kebijaksanaan Barat. Menerapkan perdagangan bebas dan memberi akses luas kepada investor asing. Bila defisit perdagangan dijadikan patokan, Indonesia lagi-lagi dijebak.

Kurang Cermat?
Tanpa diduga Cina berhasil mengatasi wabah Covid-19 meskipun di sana tercatat sedikitnya 81.285 kasus. Lebih dari 3.200 orang tewas dan sebelas ribu lebih dalam perawatan. Keberhasilan ini memungkinkan China mengirim bantuan ahli maupun peralatan kesehatan ke Italia, Iran, Yunani, Prancis, Spanyol, bahkan menjanjikan dukungan serupa kepada sFilipina dan lainnya. Masalahnya, mengapa belum terdengar Beijing akan memberi dukungan kepada Indonesia? Apakah kelambatan ini ada hubungannya dengan penutupan penerbangan Indonesia-Cina, serta penghentian ekspor-impor? Apakah terkait penghentian sementara pemberian visa on arrival dan visa kunjungan warganegara Cina ke Indonesia?
Hanya sehari setelah pernyataan pemerintah Duta Besar China Xiao Qian pada 5 Februari 2020 memperingatkan Indonesia yang ingin membatasi kegiatan ekspor dan impor imbas penyebaran virus corona. "Tindakan itu akan merugikan hubungan perdagangan dan pariwisata dua negara. Memberi dampak negatif terhadap kerja sama yang ada.” Dubes Cina untuk Indonesia itu sengaja mengadakan konferensi pers di Kedutaan Besar Cina, Kuningan, Jakarta Selatan. "Indonesia-Tiongkok adalah tetangga yang baik. Kami berharap pihak Indonesia bisa memandang wabah ini dan tindakan pencegahan penanggulangan Tiongkok secara rasional dan ilmiah." Cina adalah mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah Amerika Serikat. Pada 2019, nilai perdagangan Indonesia-China mencapai US$ 66,2 miliar. Investasinya per 2019 berjumlah US$ 2,3 miliar atau 16% dari total Penanaman Modal Asing. Pada tahun yang sama, sejumlah 1,77 juta wisatawan Cina berkunjung ke berbagai kota di Indonesia. Kini, hubungan Indonesia-Cina seperti mendapati kerikil dalam sepatu. Barangkali gara-gara kurang koordinasi antar kementerian. Padahal Presiden Sukarno sudah memberi contoh, bagaimana bermanuver di antara dua karang. 

Sjafruddin Hamid, Lulusan Jurusan Hubungan Internasional, FISIP-UI. Pernah bekerja pada beberapa surat kabar nasional.
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Wabah Corona dan Politik Luar Negeri Indonesia, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/04/01/84523/wabah-corona-dan-politik-luar-negeri-indonesia

Komentar